4:02 PM -
1 comment
Belajar Tentang Kampung di Tepi Sungai
Pada
tanggal 1 Maret kemarin, kira-kira jam 12:45 siang, aku berjalan keluar dari
kelas dan melihat dua sosok laki-laki yang tinggi. Siapa itu? Salah satunya
adalah Kak Andy, pendiri sekaligus pemilik sekolah, dan laki-laki yang satu
lagi mengenakan kaos santai di bawah jaket, dengan rambut yang diikat. Ini pasti narasumber itu, kupikir. Pada
tanggal 27 Februari, Kak Danti menyatakan bahwa akan ada narasumber yang datang
untuk membahas sungai. Tapi, aku tidak mengucapkan apa-apa dan hanya melewati
mereka berdua.
Kita skip sampai jam 13.10. Semuanya sudah
berkumpul di kelas (walaupun 5 menit terlambat), dan Kak Danti tidak ada.
Sambil Kak Nala dan Kak Braja berusaha untuk mengondisikan kelas, Kak Danti
tiba-tiba masuk. “Ambil catatannya, terus ke perpus.” Katanya.
Kami
ber-18 (minus Kak Braja, yang pergi untuk sholat kayaknya), berjalan ke area
perpustakaan di bangunan SD, dan memasuki perpustakaan tersebut. Di dalamnya
terdapat sebuah monitor TV yang menampilkan sebuah presentasi, sebuah whiteboard atau papan tulis di
sebelahnya, dan laki-laki yang tadi di antara keduanya.
Setelah
waktu yang cukup lama untuk mengondisikan diri, laki-laki tersebut berkenalan
dengan kami. Ternyata, beliau adalah adiknya Kak Danti, yang bernama Kak Dodi.
Presentasinya dimulai, dan Kak Braja muncul untuk ikut nonton.
Intinya,
pertanggungjawaban atas peradaban di tepi sungai harus dimantapkan lagi. Tapi
kenapa perlu ada pertanggungjawaban?
Kampung-kampung kecil yang berada
di tepi sungai merupakan tempat tinggal bagi banyak orang, yang bekerja di
sana, walaupun kadang ada bencana seperti banjir. Mereka tetap ingin menetap di
sana karena kerjanya dekat, dan sudah ada sistem untuk menghadapi bencana. Dan
kalau memang mau pindah tempat tinggal, mau pindah ke mana? Efek urbanisasi
telah membuat kota penuh, sehingga kondisi sungai-sungai di tengah kota sudah
tidak normal lagi. Sungai digunakan untuk segala hal, dari pembuangan limbah
dan kotoran sampai sumber air untuk mencuci pakaian. Sungai sudah menderita.
Ini tidak normal.
Dan apa yang dilakukan pemerintah?
Normalisasi yang tidak normal. Di daerah Kampung Pulo di tepi Sungai Ciliwung,
warga-warga dipindahknan untuk sementara agar lahan di sana dapat dibeton dan
tembok beton dapat dibangun agar sungai tidak banjir, serta interaksi antara
warga dan sungai berkurang. Namun, ide ‘normalisasi’ yang kurang matang ini
mengakibatkan masalah lagi. Kalau airnya sudah masuk ke wilayah yang tertutupi
tembok, gimana caranya biar keluar lagi? Beton tidak dapat menyerap air!
Itu hanya salah satu contoh
pertanggungjawaban atas peradaban di tepi sungai, namun itu pertanggungjawaban
yang gagal. Solusinya ada dua; pembangunan yang vertikal atau perkampungan
baru. Tapi, pembangunan apartemen, rumah, dan lain sebagainya secara vertikal
bukan solusi yang baik karena potensi kerja akan sangat berkurang. Warung,
toko, dan lain sebagainya tidak akan ada lagi.
Jadi, solusi terbaik adalah
pembuatan perkampungan baru. Namun, karena pemerintah Indonesia kurang dapat
dipercaya untuk hal-hal seperti ini, dan warga kampung yang tinggal di situ,
ada satu hal yang wajib. Karena warga kampung yang tinggal di situ, warga
kampung yang memutuskan segalanya.
Ini membutuhkan kerjasama yang
partisipatif antara pihak pemerintah, pihak warga, dan pihak para arsitek dan
pakar. Harus diadakan diskusi-diskusi mengenai infrastruktur, penataan jalan,
penataan rumah, dan arsitektur di antara ketiga pihak tersebut. Namun, pihak
yang paling dominan adalah pihak warga, yang memutuskan dan merancang semuanya.
Arsitek, pakar, dan pemerintah hanya merealisasikan ide-ide mereka sebaik
mungkin.
Intinya, karena mereka memang mau
(dan oleh karena urbanisasi, memang harus) tinggal di situ, mereka harus bisa
bekerjasama dengan pemerintah dan para pakar agar dapat merancang perkampungan
baru. Para pakar dan arsitek juga harus melayani kelas sosial rendah, dan
justru harus fokus pada itu, bukan pada kelas sosial menengah ke atas. Itu
intinya.
Aku baru tahu bahwa ada
sistem-sistem cerdas dari warga kampung untuk menghadapi masalah di sungai.
Contohnya sistem evakuasi saat banjir di daerah Kampung Pulo. Mereka dapat
menebak kapan banjirnya tiba, dan mengungsi setelah menitip barangnya ke
tetangga, atau menyimpannya di tempat yang aman. Setelah banjir itu selesai,
mereka akan kembali lagi! Keinginan untuk hidup dan sense of belonging-nya sangat kelihatan!
Salah satu contohnya lagi adalah
saringan sekaligus sumur yang dibuat di pinggir sungai di Yogyakarta. Ini
memanfaatkan konsep bejana berhubungan dan Hukum Pascal. Air sungai masuk ke
terowongan yang isinya saringan alami dengan batuan, icuk, dan lain-lain.
Setelah melewati saringan, air tersebut akan muncul di sumur, dan diambil. Ini
air bersih karena sudah melewati saringan! Cerdas, kan?!
Jadi intinya, aku baru tahu bahwa
ternyata, warga yang tinggal di tepi sungai memang mau menetap di sana! Aku
baru tahu bahwa mereka memilih beradaptasi dengan kondisi sungai yang begitu
daripada pindah tempat tinggal.
Menurutku, ini cukup bagus! Dengan
keinginan warga kampung yang begitu besar dan bantuan dari pemerintah dan pihak
lain yang bersangkutan, konsep perkampungan baru dapat direalisasikan!
Warga-warga yang tinggal di kampung tepi sungai memang sudah tinggal di sana
sejak zaman dulu, dan mereka yang tahu paling banyak tentang wilayahnya. Mereka
punya kecerdasan yang cukup untuk bertahan hidup di sana.
Menurutku, solusi-solusi cerdas
seperti sumur saringan dan sistem evakuasi banjir merupakan bukti bahwa warga
kampung dapat diberi tanggung jawab untuk kampungnya sendiri. Mereka dapat
bekerjasama dengan pihak yang lain untuk merealisasikan program perkampungan
baru.
Presentasinya narasumber kami, Kak
Dodi, memberikanku harapan untuk proyek dan program rehabilitasi sungai yang
kelihatannya mustahil. Kerjasama adalah satu unsur yang paling penting.
Setidaknya, kita bisa menerapkan ini ke dalam kehidupan sehari-hari, agar pesan
‘KERJASAMA’ tersebar luas.
Semoga harapan untuk masa depan
sungai dan kampung di tepinya tidak menghilang, dan semoga kita semua bisa
setidaknya berusaha untuk bekerjasama. Amin.
1 comments:
Nice Kawan! Semoga banyak yang baca tulisanmu ini.
Post a Comment